
AnakBola – Turnamen FOSSKA Kaltim U-12 2025 bukan sekadar laga sepak bola usia dini. Ia menjelma jadi arena pertarungan mimpi, tempat asa dan ambisi anak-anak dari berbagai penjuru Kaltim bertemu di rumput hijau. Di tengah semangat Lebaran yang belum surut, atmosfer di lapangan Green Point Mini Soccer, Loa Janan Ilir, Samarinda, Sabtu (12/4/2025) terasa lebih dari sekadar kompetisi—ini soal jati diri, soal siapa yang berani mencatat sejarah.
Empat wilayah mengirim utusan terbaik: Samarinda, Kutai Kartanegara, Kubar, dan Paser. Tapi satu nama yang mencuri perhatian bukan berasal dari kota besar, melainkan dari pelipir desa yang sunyi: Kutlam Junior. Mereka datang membawa lebih dari sekadar jersey dan strategi; mereka membawa kisah dari kampung—tentang latihan tanpa rumput sintetis, tentang sepatu yang diwariskan, tentang mimpi yang tak pernah disuruh mengecil.
Langkah mereka di fase grup mengundang kagum. Bermain disiplin dan penuh semangat, mereka menahan imbang Fajar Kubar tanpa gol, lalu mencuri kemenangan tipis atas SSA Samarinda. Hasil itu cukup mengantar mereka ke puncak klasemen Grup A dan membuka jalan menuju semifinal.
Di babak empat besar, tekanan meningkat. Sorak-sorai orang tua jadi latar suara dari pertandingan antara Kutlam dan SSB Tunas Muda Loa Kulu. Adu taktik dan keberanian mewarnai jalannya laga. Dan ketika waktu nyaris habis, Rafi tampil sebagai penyelamat. Golnya di menit akhir mengantarkan Kutlam menuju partai final. Tangis haru dan peluk bangga menyambut peluit akhir.
Final menjadi babak paling menegangkan. Lawan berat datang dari Manunggal Putra, yang tampil penuh agresi dan percaya diri. Mereka menggempur pertahanan Kutlam dari berbagai sisi, tapi pertahanan tim desa ini tak runtuh. Skor 0-0 memaksa penentuan lewat drama adu penalti.
Di titik inilah dongeng mereka mencapai klimaks. Kiper Kutlam Junior menjelma jadi pahlawan yang tak tergantikan—dua tendangan lawan berhasil ia tepis. Kutlam keluar sebagai juara, menang 5-3 di babak tos-tosan. Di pinggir lapangan, sorak berganti isak bangga, dan pelukan jadi simbol kemenangan yang lebih dari sekadar angka.
SSA Samarinda membawa pulang sepatu emas sebagai top scorer, gelar pemain terbaik jatuh ke tangan Manunggal Putra, sementara penghargaan kiper terbaik tak salah jatuh ke penjaga gawang Kutlam.
Namun, lebih dari semua itu—ada pelajaran yang mengendap: bahwa asal bukan penghalang untuk bersinar.
“Anak-anak ini sudah menunjukkan bahwa asal bukan halangan. Terbukti meskipun datang dari desa mereka juga bisa bersaing,” seperti penuturan pelatih SSB Kutlam Junior Coach Randi. (RED)