Serba Serbi

Masa Depan Anak Bangsa Di Tangan SSB

anakbola.net – Dalam 5 tahun terakhir, pertumbuhan Sekolah Sepak Bola (SSB) di Indonesia meningkat drastis.

Hal ini diikuti oleh meningkatnya Operator penyelenggara turnamen sekelas Festival yang dikenal dengan Turnamen satu atau dua hari saja, sampai dengan Turnamen kelas Liga setengah kompetisi dan full kompetisi.

Kita ambil contoh, Liga yang konsisten terselenggara dalam lima tahun terakhir skala Jabodetabek adalah Indonesia Junior Soccer League (IJSL), Liga Kompas Gramedia, Liga Topskor, Indonesia Junior League (IJL), sampai Liga skala Nasional bahkan mendunia yaitu Nation Danone Cup.

Konsistensi Liga tersebut membuat harapan besar bagi perkembangan bola Indonesia kedepan.

Semakin banyak Turnamen, semakin banyak SSB, otomatis akan semakin banyak anak bangsa yang akan muncul untuk menggunakan seragam berlambang Garuda di dada.

Data yang kami peroleh dari rencana Nation Danone Cup 2020, mereka memberikan kuota sebanyak 5.885 tim untuk seluruh Indonesia.

Yangmana setiap Tim (SSB) dapat mendaftarkan pemain maksimal 12 anak. Dengan demikian apabila kuota tersebut tercapai, maka akan ada 70.620 anak usia 12 tahun yang mengikuti turnamen tersebut.

Selanjutnya dari jumlah peserta tersebut hanya 12 anak saja yang akan dikirim ke skala Internasional. Menjadi kebanggaan tersendiri, tatkala Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggara World Danone Cup 2020.

Daya tarik turnamen tersebut membuat pertumbuhan SSB semakin banyak. Hampir seluruh SSB mempunyai visi yang sama, yaitu menghasilkan anak didik yang dapat berguna bagi persepakbolaan Indonesia.

Mereka akan mencetak generasi penerus Bambang Pamugkas, Robi Darwis, Firman Utina, Kurniawan Dwi Julianto, Hendro Kartiko dan pemain hebat lainnya.

Dari persaingan antar SSB semakin ketat, standar SSB saat ini hampir dikatakan tidak merata. Dari fasilitas tempat latihan, fasilitas penunjang latihan sampai dengan pelatih yang mereka tawarkan memiliki Lisensi baik sampai Lisensi FIFA.

Perbedaan tersebut dipengaruhi dari swadaya para Orang Tua Murid bahkan ada beberapa SSB sudah mendapatkan sponsor dari pihak Swasta.

Baca Juga:  Hindari Covid-19, Pesepakbola Bisa Latihan di Rumah

Mereka memiliki visi yang sama untuk berkontribusi kepada Tim Nasional Indonesia kedepan. Kampanye yang ditawarkan oleh setiap sekolah bola pun terselip metode kepelatihan pembentukan karakter anak.

Mereka memberikan janji akan membina anak selain meningkatkan skill bermain bola, tentunya membentuk karakter kejujuran, pantang menyerah, disiplin, sportif, dll.

Belakangan ini, kompetisi secara sehat antar SSB dikit demi sedikit tergerus menjadi kompetisi hukum rimba. Siapa kuat dia menang. Mereka dituntut untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Beberapa SSB memiliki prinsip yang penting juara di beberapa turnamen. Semakin banyak Juara, semakin terkenal, semakin mudah mereka mendapatkan anak didik baru bahkan memudahkan target kucuran dana dari sponsor.

Dari sisi Orang Tua pun akan memilih SSB yang terbaik untuk anaknya, otomatis ke SSB yang sering muncul sebagai Juara menjadi pilihan para Orang Tua yang turut bermimpi anaknya menjadi bintang lapangan hijau.

Namun, apakah SSB terbaik berarti memiliki lemari penyimpanan yang besar?

Apakah SSB yang hanya memiliki segelintir Piala merupakan SSB yang kurang baik ? bahkan ada juga SSB belum memiliki lemari piala.

Sebenarnya yang harus dilihat, bagaimana mereka menjadi Juara, bukan berapa banyak piala di lemari mereka. Apakah materi kepelatihan sudah sejalan dengan kampanye yang mereka gaungkan sebelumnya yaitu pembentukan karakter anak tadi.

Untuk menjadi Juara tentunya tidak instan. Dukungan manajemen, pelatih, anak didik sampai ke para orangtua murid, harus sinergi dan membangun bersama untuk mencapai tujuan.

Sehingga Sistem/kurikulum kepelatihan sejalan dengan himbauan PSSI menggunaan metode FILANESIA (Filosofi Sepak Bola Indonesia).

Bahayanya apabila Juara adalah mutlak sebagai target para SSB tersebut. Jalan pintas yang mereka tempuh menjadi keputusan bersama untuk menjadi Juara.

Baca Juga:  IJSL U12 Pekan Ke 4 Tentukan Peringkat Lolos Ke Putaran Kedua

Modusnya mulai dari pencurian umur. Cheating seperti ini merupaka hal yang paling fatal. Selain itu melakukan peminjaman pemain dari SSB lain yang terlihat wajar.

Peminjaman Pemain merupakan usaha instan untuk menjadi Juara. Mereka tidak akan terkena sangsi apapun dari penyelenggara turnamen.

Dengan kesepakatan antara dua pihak SSB sampai dengan persetujuan para Orang Tua yang terlibat, itu sangat mudah dan cepat dilakukan.

Kesepakatan dari semua yang terlibat didasari mendapat keuntungannya masing-masing.

Misal, SSB yang memimjam pemain hebat, mempunyai potensi menjadi Juara, SSB yang meminjamkan pemainnya, otomatis anaknya  akan mendapatkan lebih jam terbang, anak yang dipinjam akan menambah teman dan belajar dari SSB lain, serta para Orang Tua yang rela anaknya dipinjam, memberi kesan anaknya telah berhasil menjadi bintang.

Namun apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, SSB yang sering meminjam menunjukkan ketidak percayaan kepada anak didiknya sendiri.

SSB yang memberikan pinjaman tun secara tidak sadar akan merasa sukses mencetak anak yang diinginkan SSB lain dan akan berusaha tetap mempertahankan anak tersebut, sampai ada yang memiliki perikatan tertentu seperti persetujuan tidak pindah ke SSB lainnya.

Yang paling mengerikan, munculnya janji berbentuk sepatu baru bahkan munculnya nilai rupiah yang terbungkus dalam uang transport dan makan dalam satu event.

Mereka tidak sadar apakah hal tersebut masih mencerminkan pembentukan karakter anak. Anak akan terbentuk bahwa dirinya sudah menjadi Bintang. Para Orang Tua tanpa sadar akan menawarkan anaknya ke SSB lain demi keuntungan semata, dengan mengorbankan nilai menghormati sesama teman.

Yang lebih ironis, mereka menghalalkan anaknya dipinjam ke SSB lain untuk bertempur dengan SSB tempat latihan di waktu yang sama.

Baca Juga:  SSB Palco #1: Pungut Biaya Rp 2.000 Demi Wujudkan Mimpi Anak-anak Menjadi Pesepakbola

Tanpa sadar, anak yang sering bertanding tanpa diimbangi dengan latihan rutin, akan membuat anak tersebut memiliki mental bertanding. Karena menganggap “Gue tidak perlu latihan udah bisa juara”.

Pada fase kedepan kemampuan anak tersebut akan jauh tertinggal dibelakang dengan anak yang rajin latihan.

Mungkin saat ini mereka terlena dengan piala yang akan disimpan di kamar tidurnya, namun kedepannya anak itu tidak dapat mengerti bagaimana cara bermain bola yang efektif dan benar. Kehilangan jam latihan, akan menjadi kambing hitam dimasa depan.

Anak tidak bersalah, dunia mereka hanya bermain dan bermain, bijaklah mengambil keputusan demi masa depannya.

#PentingnyaPembinaanUsiaDini

Anthon Adhikusuma
Pengamat Perkembangan Sekolah Sepak Bola di Indonesia

 

Baca juga: FYI: Ukuran Bola Menurut Usia Pemain Sepakbola

Tampilkan Lainnya

Artikel Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button