Legend Talk

Elly Idris: Asa Untuk Sepak Bola Indonesia

anakbola.netElly Idris, merupakan salah satu legend Tim Nasional Sepak Bola Indonesia (Timnas) di era 1980-an. Pada tahun 1986 Elly Idris bersama pemain Timnas lainnya hampir saja menjejakkan kaki di putaran final Piala Dunia 1986 sebagai salah satu wakil benua Asia.

Ditemui anakbola.net di warung kopi Ngopi Bintar akhir Februari lalu (23/2), Elly tak hanya berbagi kisah perjalanannya saat merumput bersama klub-klub profesional maupun Timnas. Pelatih di Pelita Jaya Soccer School ini juga mengulas permasalahan seputar persepakbolaan nasional dengan tutur bahasanya nan sederhana.

Berikut ini petikan wawancara anakbola.net dengan Elly Idris:

Boleh diceritakan asal usul julukan ‘Gajah Putih’ dari Thailand disematkan kepada Bang Elly?
Julukan tersebut dilatar belakangi karena daya tahan dan kecepatan saya berlari. Nah, Gajah Putih itu dianggap tidak memiliki nafas, sehingga saya dianggap seperti itu karena saat berlari seperti tidak bernafas.

Seperti apa perkembangan sepak bola tanah air saat ini, jika dibandingkan dengan era Bang Elly?
Sebagai orang yang tidak hanya melihat, melainkan turut terlibat dalam permainan, kemudian saat ini saya pun masih menggeluti sepak bola meskipun itu di bidang kepelatihan dalam pengamatan saya ada ‘sesuatu’ yang terjadi.

Entah ini suatu kekeliruan atau memang belum terpikirkan oleh Timnas yang lalu maupun di era sekarang.
Yang saya maksud di sini ialah, para pemain saat ini sudah lebih enak (nyaman) bila dibandingkan dengan periode kami. Di masa itu kami lebih ‘merah – putih’ dibandingkan pemain Timnas yang sekarang. Para pemain sekarang memang menerima sesuatu atau gaji, namun masih kurang maksimal prestasi yang buat.

Kalau dulu, saya dan rekan-rekan ‘mati-matian’ berjuang. Tidak terlalu kami pikirkan dan menuntut materi atas usaha kami di lapangan.

Ini memang pertanyaan yang sulit, karena itu harus para pemain Timnas saat ini yang menjawabnya.
Lantas dari aspek pembinaan, apa yang dilakukan oleh federasi (PSSI) sudah jauh lebih bagus. Itu bisa dilihat dari pembinaan terhadap pemain U-16, U-19, hingga level senior atau U-23. Namun masih ada catatan juga terhadap para pemain.

Pada zaman kami, para pemain bisa bagus namun tidak demikian dengan pemain yang ada sekarang di Timnas. Ini bisa dilihat dari kritik oleh pelatih Timnas saat ini, Shin Tae-yong. Pelatih asal Korea itu mempermasalahkan teknik yang paling elementer dari pemain, seperti kemampuan melakukan passing.

Selain itu federasi sudah melakukan pengembangan kapasitas pelatih dengan memberi kesempatan untuk meraih lisensi A AFC Pro. Sayangnya, tidak banyak pelatih yang sudah memiliki sertifikat pelatih A AFC Pro itu yang diberi kesempatan melatih Timnas. Sehingga mereka tidak dapat mengimplementasikannya buat Timnas kita. Kepada mereka semestinya lebih diberikan kesempatan.

Baca Juga:  Trias FC Hadapi Batra di Perempat Final Piala Kemerdekaan

Satu hal lagi, dalam kompetisi sepak bola profesional seringkali yang menjadi pemain terbaik atau top skor adalah pemain asing. Hal ini sering menjadi topik perbincangan di kalangan mantan pemain, seperti kami.

Tidak kalah pentingnya sebagai bagian dari pembinaan adalah fasilitas pelatihan yang memadai. Sampai dengan saat ini Timnas atau PSSI belum mempunyai fasilitas training camp. Ini membuat persepakbolaan kita ketinggalan jauh dari negara-negara Asean lainnya.

Dengan permasalahan yang saya uraikan tadi, pengurus PSSI saat ini harus mampu menemukan solusi buat kemajuan sepak bola Indonesia.

Terhadap pemain liga utama baik itu pemain asing maupun pemain lokal yang kedapatan bermain di ‘Liga Tarkam’ apakah ini baik bagi mereka? Mengingat atmosfer kompetisi antara liga utama dengan liga tarkam yang berbeda.

Sebetulnya dari pihak klub harus membuat larangan, sekaligus memberi sanksi jika ditemukan pemainnya yang bermain di liga tarkam. Karena itu bukan kelasnya lagi. Ironisnya aturan dari federasi sering tidak dijalankan.
Belum lagi dampaknya kepada pemain itu sendiri, seperti resiko mengalami cidera. Itu bisa mempengaruhi karirnya di pentas sepak bola nasional.

Sebetulnya itu sudah tidak boleh lagi terjadi. Kalau ada yang mengatakan hal itu dilakukan buat refreshing, itu bukan alasan!

Sebagai pelatih, menurut Bang Elly apa yang harus dibekali kepada pemain belia atau pemain muda, baik dari aspek teknik maupun mentalnya?

Untuk pemain muda di Indonesia banyak sekali sekolah sepak bola (SSB) khususnya di jabodetabek saja hampir ratusan.

Perlu menjadi perhatian bahwa dari sekian talenta muda yang dilatih di SSB itu tidak semuanya memiliki ‘bakat alam’. Ada yang kemudian bakat itu muncul selama mereka berlatih di SSB, atau artinya bakat itu ‘dibikin’.

Belum lagi adanya intervensi dari orang tua, yang mempunyai keinginan anaknya bisa menjadi atlet sepak bola. Ini memerlukan pendekatan tertentu dalam membina siswa-siswa di suatu SSB.

Saya juga mempunyai pertanyaan besar terkait wacana Diklat Sepak Bola Ragunan yang hendak dibubarkan. Dahulu dari Diklat Ragunan banyak melahirkan pemain sepak bola nasional.

Bagi para atlet sepak bola yang masuk Diklat Ragunan, mulai dari latihan, makan dan tidurnya terkontrol. Jadi mereka di sana tidak mikir hal lainnya, selain latihan dan latihan.

Tetapi tidak dengan waktu belakangan ini. Tak banyak lagi pemain yang bisa direkrut oleh klub-klub besar berasal dari sana. Mungkin ada yang keliru dengan model pembinaannya.

Saya tahu persis kondisi di sana ketika masih berlatih di situ. Saat itu saya sendiri telah bergabung di klub Jayakarta. Ada banyak mantan pemain nasional jebolan Diklat Ragunan. Dugaan saya sepertinya ada problem rekruitmennya, misalnya bukan anak yang memang berprestasi di sepak bola masuk ke sana.

Baca Juga:  Gol Tunggal Dian Irawan Tuntaskan Misi Ketangi FC

Tempo dulu yang bisa masuk ke Diklat Ragunan merupakan pemain terbaik yang dikirim dari daerah. Mereka dikumpulkan di Ragunan untuk menjalani pembinaan. Sampai uang saku juga diberikan kepada para atlet itu.

Bagaimana dengan proses rekruitmen pemain Timnas Sepak Bola Indonesia?
Kalau kita terbuka dan fair kita bisa mencari pemain yang berkualitas untuk Timnas. Namun harus melalui jenjang pembinaan yang terukur dan berkesinambungan. Konsekuensinya itu akan membutuhkan waktu dan biaya. Ini tentu harus diprogramkan oleh federasi sepak bola Indonesia.

Sepak Bola bagi Bang Elly?
Sepak bola buat saya merupakan hiburan, sekaligus wahana menjalin silahturahmi. Sampai sekarang saya bersyukur dengan menggeluti olah raga sepak bola bisa membangun keluarga.

Di lain sisi saya menikmati sepak bola ini di lapangan. Itu yang membuah hingga saat ini saya masih di lingkungan sepak bola, dengan melatih anak-anak. saya berkumpul dengan mereka.

Adakah pengaruh dari motivasi suatu SSB untuk mengejar prestasi, terhadap pembinaan pesepakbola belia?
Salah arah jika SSB lebih menekankan anak asuhnya untuk berburu gelar juara atau meraih tropi. Ada jangka waktunya kapan kita boleh memacu mereka untuk menang, namun bukan menuntut anak-anak itu.

Di SSB itu yang terpenting anak-anak merasa enjoy bermain bola. Maka dari itu sebagai pelatih atau pengelola SSB kita harus peka untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing anak. Tatkala kita menemukan kekurangan pada siswa maka kita bisa melakukan pendekatan untuk meningkatkan kemampuannya.

Siswa di SSB ini karakternya sangat beragam. Ada yang memang sudah memiliki bakat, dengan pelatihan yang memadai mereka kemudian ‘jadi’ pemain yang baik bahkan hingga berkesempatan masuk Timnas. Namun adapula sebagian besar yang tidak bisa masuk Timnas.

Memang tidak gampang melatih anak-anak di SSB. Kalau dulu zaman kami tidak banyak SSB seperti saat ini yang kian menjamur. Disinilah butuh kesabaran dari pelatih untuk melatih anak-anak ini menjadi bibit-bibit pesepakbola nasional di masa yang akan datang.

Harapan Terhadap SSB Indonesia?
SSB hendaknya tidak semata-mata mengejar trofi demi prestise, melainkan lebih memberi banyak kepada anak. Misalnya membuat fasilitas yang baik, seperti lapangan yang enak buat anak-anak bermain.

Oleh karena itu tidak semestinya bagi orang tua dan pelatih untuk menggenjot mereka buat menang. Harus seimbang kapan membuat anak-anak senang, kapan anak-anak didorong untuk menang.

Kadang-kadang saya masih melihat ada pelatih yang meneriaki anak-anak asuhnya ketika bertanding. itu sebetulnya kurang baik, karena mental anak-anak ini beda-beda perangainya.

Baca Juga:  Hermansyah: Jadi Pesepakbola Harus Berlatih Serius, Fokus, Disiplin, dan Hormat pada Pelatih

Tetapi saya berharap dengan kemunculan SSB ini lebih melahirkan pemain yang lebih banyak dan berkualitas.

Apa kesan Bang Elly bisa memiliki kesempatan bergabung di Timnas Sepak Bola Indonesia?
Saat saya berlatih di Jayakarta, saya punya mimpi ketika pulang ke kampung harus sudah menjadi pemain Timnas Sepak Bola Indonesia. Itu tekad saya, karena sudah kepalang basah saya datang ke Jakarta.

Akan sia-sia jika tidak menjadi pemain Timnas. Hal itu yang membuat saya waktu itu termotivasi untuk bisa memperkuat Tim Nasiona Sepak Bola Indonesia.

Sertifikat penghargaan saat Elly Idris berlaga di ASIAN GAMES 1986, di Seoul

Yang mengesankan adalah, ketika kami menjalani tes fisik pada tahun 1985 dalam rangka seleksi Timnas. Dari seluruh pemain yang ikut seleksi, saya memperoleh skor 65 untuk performa fisik. Skor tersebut yang tertinggi dibandingkan rekan-rekan lainnya. Di masa itu skor 65 sudah sesuai dengan standar pemain sepak bola Eropa.

Berapa besar gaji pertama Bang Elly sebagai pemain sepak bola profesional?
Saat di Jayakarta gaji saya Rp 15 ribu. Perlahan-lahan naik menjadi Rp. 44 Ribu. Dalam kontrak dengan Yanita Utama, gaji saya naik menjadi Rp 300 ribu.

Besar gaji yang mulai lumayan itu ketika memperkuat Pelita Jaya. Saya bisa beli sepeda motor dari penghasilan sebagai pesepakbola.

Lantas yang mengesankan, yaitu mendapat kesempatan melaksanakan ibadah Umroh dari profesi sebagai pemain sepak bola. Itu terjadi ketika bergabung dengan Krama Yudha Tiga Berlian Palembang (KTB Palembang).

Banyak Penggemar dari Kaum Hawa Ketika menjadi pemain sepak bola?
Pasti Ada.!

Boleh diceritakan mengapa abang lebih populer dengan nama Elly Idris?

Kalau boleh jujur, sebetulnya nama belakang saya (Idris) merupakan pemberian dari pelatih Sutan Harhara.
Suatu hari ketika sedang latihan Sutan Harhara memanggi saya.

“Nyong, kemari. Nama kamu diganti saja, biar sama dengan nama Almarhum Iswadi Idris. Agar orang kira kamu adiknya Iswadi Idris,” itu yang dikatakan Sutan Harhara kepada saya.

Nama itu mulai populer pada saat kami bermain di Menteng. Iswadi Idris turut bermain dalam kesempatan itu. Kemudin saya juga dimainkan. Ketika mendengar nama saya disebutkan, orang yang menonton mengira saya adiknya Elly Idris.

Dari situlah, nama “Elly Idris” itu kemudian melekat pada diri saya sampai sekarang.

Adakah pesan bang Elly buat atlet-atlet sepak bola junior atau para siswa SSB?
Buat para pesepakbola belia, khususnya buat anak-anak di Pelita Jaya Soccer School saya berharap mereka kelak bisa menjadi pemain Tim Nasional Sepak Bola Indonesia. Sehingga dengan kiprahnya itu mereka bisa membawa harum nama bangsa dan negara ini. (MM/BSD/ATN)

Tampilkan Lainnya

Artikel Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button